Kamis, 10 April 2014

GALAU

Galau itu ketika ngerasa bener nyiapin faktur tapi jadi salah ketika ada di ruang Checker.
Galau itu kamu maen PES, tapi jalannya putus-putus. Walhasil, pemain-pemainnya malah kayak Jumper.

Galau itu kamu lagi maem soto ayam hasil beli depan Mbs yang harganya cuman tujuh ribu tapi rasanya kayak makanan dewa, terus kamu makan sambil nonton Film Kanibal.

Galau itu seharian kamu ndengerin lagunya Adele yang Someone Like You tapi pura-pura ceria.
Galau itu pengen nonton film Need for Speed tapi gak ada yang mau nraktirin tiketnya.

Galau itu apa-apa yang kamu inginkan tapi selalu berbanding terbalik dengan yang terjadi.

Bila sudah seperti itu, sebaiknya
mendengarkan kata lawan maen PES saya satu gang yang bernama cecep :

“Bila yang terjadi tak pernah sesuai harapan, maka iman yang
menyelamatkan.”

Iya, tuh anak kalo lagi normal memang kerennya setengah mampus.

Ehm. Inilah bulan tergalau dalam sejarah hidup saya. Galau, ya, galau. Mmm.. galau gitu deh.
Pokoknya galau.

Huwaaaaaaaaaa…..! *nangis dengan alasan yang gak jelas*

Galau itu kalo sandal kesayangan kamu coplok!
Yah, sandal saya putus alias jhebodh. Tau gak sih. Sandal
Saya itu, saya beli tahun 2008. Itu berarti, si sandal itu sudah menemaniku selama enam kali
lebaran dan tujuh puluh kali lamaran yang tertolak. Dan di suatu subuh, saat saya harus
ke kamar mandi, dan tiba-tiba ada tali sandal yang begitu asoinya mekar ke mana- mana.

Saya tertunduk. Pengen rasanya menahan air mata yang sudah mulai menggumpal di kelopak.

Tapi saya gak tahan. Saya nangis. Saya cakar- cakar tembok di sebelah. Saya banting-banting hanger. Saya sisir rambut saya. Saya pake rexona.
Saya pake Axe. Saya pake kemeja. Jam tangan.
Terus ke kasur. Pukul-pukul kasur. Tendang- tendang kipas angin. Sobek-sobek poster nikita wili . Gigit-gigit kakinya orng. Dan berbagai tindakan ekstrim dan tidak beradab lainnya yang tidak bisa saya sebutin satu persatu karena keterbatasan halaman catatan ini.

*mas, mas, ini blog mas, inget*

saya masih inget, lebaran lalu saat mamah saya bilang, “Nak, anakku yang paling gantheng
dan aku banggakan selalu, gantilah sandal.
Itu sandal sudah berapa abad kau pakai di kaki kau nak…”
Adik saya si seli menjuluki tuh sandal sebagai Sandal Bang Toyib. Enam kali lebaran gak pulang- pulang ke kuburan.

Masiihhhhh ajjah dipake
sama masnya.
*sambel*

Atau saat dua adek saya berdoa khusyuk dengan sangat kerasnya saat shalat dhuha,
“Semoga sandal aa ku segera jhebodh. Sungguh, aa ku telah melakukan kezhaliman kepada sebuah sandal. Sudah enam kali
lebaran sandal itu disiksa oleh kakinya. Amin.”

Atau saat temen temen adek saya pada maenin tuh sandal. Ada yang dilempar-lempar ke
udara lah. Dijadikan tatakan saat maen pasar-pasaran. Dimasukin ke aer.
Dipake ngelempar Si james, kucing anggoranya saya, dan tindakan tidak perperikesandalan lainnya.

Sekarang, semua cerita indah itu usailah sudah. Saya galau. Galau segalau-galaunya.
Sandal kaporit dan kecayangan saya ituh kini berkalang tanahlah sudah. Semalam, aku mimpi dia sudah maen-maen dengan cerianya bersama-sama dengan teman-teman dari
dunia sandal yang laennya di sebuah taman yang indah. Pada maen ayunan, perosotan,
niup balon, dan lain sebagainya.

Iah, sayanya lagi sedih kehilangan dia, eh, dia di alam sana malah seneng-seneng.
*sambel*

Selamat jalan sandalku. Hatiku benar-benar
kacau. Galau. Bimbang. Sedih. Sedu. Sedan.
Truk. Becak. Ehm. Walau Nikita Willy datang
untuk ngehibur saya, saya tetepan bakalan
galau karena kehilangan kamuh.
Selamat jalan. Semoga kamu tenang dan damai
di alam sana. Sandalku. Ai laf yu.

1 komentar: